Tolak Uang Gara-Gara “detik.com”

Ini kali kedua aku menjadi tamu di Kantor Balai Pemasyarakatan di sebuah kota (kusensor lokasinya biar gak dipidanakan! :p ). Kedatangan pertama adalah sekedar mengantarkan surat dari Penjara Khusus Narkoba. Surat itu berisi permohonan untuk dibuatkan LITSUS (Penelitian Khusus) seorang narapidana yang mendapatkan jatah Pembebasan Bersyarat.

Pada pertemuan pertama itu, aku diterima oleh petugas yang cukup ramah. Ia menjelaskan langkah demi langkah agar proses pembuatan Litsus selesai dengan cepat. Setelah aku menyatakan paham dengan segala urusan surat menyurat dan penjaminan, kini pembicaraan beralih pada soal Rupiah. Urusan apapun akan menjadi lebih baik, lancar, dan aman, bahkan katanya biar “sama-sama ngerti, sama-sama enak” jika ada sejumlah rupiah yang diberikan dalam amplop tertutup.

Sebenarnya agak kesal juga, karena kupikir di jaman sekarang ini sudah tak akan kutemui lagi semacam kutipan, pungli, atau apalah namanya, dalam urusan Pelayanan Masyarakat. Tapi ternyata aku masih menemukannya di kantor ini. Kutanya blak-blakan, berapa nominal yang harus kuberikan. Katanya, “biasanya sih, orang-orang pada ngasih ….. sampai ….. juta.” Aku bilang padanya kalau tak bawa uang sebesar itu. Akupun menawar, “Saya akan berikan uang itu, nanti saat saya kembali lagi ke sini untuk mengambil dokumen yang sudah selesai anda buat.” Setelah adu argumentasi, iapun menuruti penawaranku.

Pada hari yang ditentukan aku datang. Akupun sudah menyiapkan Rupiah dalam sebuah amplop yang tak kubuka perekatnya. Petugas itu mengarahkanku agar memberikan amplop itu kepada atasannya. Begitulah prosedur normalnya. Akupun diantar menemui atasannya. Kumasuki ruangan yang tak lebar, dengan seorang petugas berpakaian seragam dinas. Ia menerimaku dengan hangat.

Setelah berbasa-basi soal urusan yang kulakukan di kantor ini, iapun meminta agar aku memberikan amplop yang sudah kusiapkan. Ia membuka amplop tersebut dan menghitung jumlahnya. Sambil menghitung ia masih mengajakku ngobrol ngalor-ngidul tak berarah. Hingga sebuah pertanyaan ia lontarkan, “Apa pekerjaan kau?

Saya hanya menulis.” jawabku singkat, dengan harapan urusan cepat selesai dan kutinggalkan kantor ini.
Oh, kamu penulis. Nulis dimana? apa yang kamu tulis?” tanyanya sambil menyimpan amplop pemberianku ke laci mejanya.
Saya menulis apa saja yang saya temukan di perjalanan. Saya tulis di blog saya di blogdetik.
Detik? Detik dot com, maksud kau?” ia terperanjat
Blogdetik itu memang punya detik.com, pak. Memang kenapa, pak?” tanyaku lugu.
Oh tidak apa-apa…” Lalu ia menelpon staf yang dari awal melayaniku. “Coba kau datang ke sini! Sekarang juga!
Dalam sekejap staf itu sudah memasuki ruangan yang tidak luas ini. Ia bertanya ada urusan apa lagi dengannya. Sang atasan itu membuka laci, mengambil amplop pemberianku, dan menyerahkannya kepada stafnya sambil bilang, “Ini kamu ambil. Ini rejeki kamu dari Mas MT. Kalau saya sih, tidak biasa menerima pemberian seperti ini. Sudah keluar kamu!” Staf yang tiba-tiba menunjukkan raut wajah yang bego itupun keluar meninggalkan kami.

Baru selangkah aku meninggalkan gerbang kantor itu, tawaku tak tertahan. Geli. Hanya gara-gara menyebut kata detik.com, atasan pelayanan masyarakat itu langsung menolak uang yang biasanya ia terima. hm…. ternyata detik.com ampuh juga! 😀

  • 19/06/2009