Pengakuan Sang Terlupakan

Aku sampaikan apa adanya kepada kalian. Aku adalah orang yang paling sering kalian ingat kebengisannya. Tetapi kalian sebenarnya lupa, akulah yang menyadarkan betapa bangsa ini harus berani melawan kesewenangan. Bukannya aku ingin menyombongkan diri. Bukan! Apalah arti kesombongan buatku. Aku sudah pernah melewati masa itu. Jauh sebelum kalian menjadi cairan yang membentuk rupa kalian sekarang. Bahkan jauh sebelum itu, anak muda!

Masa kesombonganku sudah lewat. Apa yang tak bisa dilakukan orang lain, selalu bisa kulakukan. Mengandalkan kekuatan orang yang dulu paling ditakuti di jagad ini, apa pun yang kuinginkan, tak pernah gagal. Jika pun ada yang mencoba menggagalkan, biasanya mereka sudah mati sebelum selesai merencanakan aksinya. Dengan kehebatan tak tertandingi seperti itu, kesombongan tak ada artinya lagi bagiku saat ini.

Hei kamu yang berlagak pejuang HAM! Berapa harga yang kau jual untuk dirimu? Puluhan kali lipat bisa kubayar. Aku tak pernah kehabisan uang untuk membayar apa yang aku mau. Lalu dengan kekayaan itu aku sombong? Kalian salah, anak muda! Uang bukan pijakan yang tepat untuk berlaku sombong. Bahkan dengan uang yang tak pernah aku tahu jumlahnya, aku bisa menundukkan orang-orang yang menampakkan kesombongannya terhadapku. Jadi sekali lagi aku ingatkan, kesombongan tak pantas melekat dalam pesonaku. Aku manusia biasa, sama seperti kalian, kecuali satu hal.

Apakah satu hal yang membedakan aku dengan kalian? Bukan soal usia. Tak ada signifikansinya membedakan beberapa orang berdasarkan usia. Banyak orang tua yang kekanak-kanakkan. Banyak pula anak muda yang sok tua. Beda antara aku dengan kalian adalah hanya pada soal… Apa? Keberanian? Bukan! Bukan itu. Aku pikir kalian salah.

Aku tak meragukan keberanian kalian. Terutama ketika kalian beramai-ramai menuduhku melakukan banyak pelanggaran hukum. Terutama ketika kalian beramai-ramai turun ke jalan, memengaruhi agar orang lain tak menyukaiku sebagai orang terpilih di negeri yang mana hukum bisa dibanderol dengan harga sepotong kepala anak muda. Kalian berani. Aku tak ragu soal itu. Tetapi anak muda. Keberanian saja tak cukup untuk mewujudkan apa yang kalian inginkan. Di sinilah mulai terlihat perbedaan kita, yaitu keluasan dan kedalaman menatap realitas.

Apa yang kalian lihat tentangku hanya sebatas yang kalian dengar dari para penyinyir di media sosial atau dari buku-buku yang penyebarannya dibarengi ketakutan. Kalian hanya mengetahui aku ketika aku sedang disorot kamera, sedangkan aku mengetahui lebih dari yang kalian lakukan. Aku mengetahui apa yang kalian rencanakan dan bahkan memahami dengan jelas apa yang akan kalian alami atas apa yang belum selesai kalian rencanakan. Camkan ini baik-baik. Aku sengaja membukanya sebagai pelajaran bagi kalian, kaum muda yang suatu saat akan mengulangi kebodohan boneka-boneka partai politik yang kalian saksikan sendiri paling tidak selama 6 bulan ini. Suatu ketika kalian akan melakukan keserakahan seperti tokoh yang kalian hujat sekarang. Kalian akan terjebak dalam jejaring korupsi yang dilakukan oleh boneka-boneka koruptor, yang tak pernah mungkin menjerat sang mastermind.

Satu lagi yang kubuka, soal pelajaran. Ingat aku katakan di atas, “sebagai pelajaran bagi kalian”. Ingat itu! Sayangnya kalian tak pernah mau belajar dari pengalaman. Kalian bahkan tak menyadari bahwa apa yang aku lakukan, reaksi yang kalian tunjukkan, adalah pelajaran yang sudah lama aku rancang untuk mendewasakan kalian dalam berbangsa dan bernegara. Jika tak ada orang yang mau dimaki-maki, dihujat, dituduh apa pun, sepertiku. Sekali lagi, sepertiku, dari siapa kalian bisa belajar tentang perlawanan? Tidakkah kalian sadar bahwa akulah yang memantik kesadaran banyak rakyat negeri ini untuk ikut terlibat dalam proses politik negara-bangsanya sendiri? Tidakkah kalian sadari banyak kaum muda ngehek seperti kalian menjadi peduli akan nasib sesama? Tanpa adanya aku, kalian mungkin masih terlena dalam lubang-lubang hedonisme yang dipasang oleh para cukong yang sebenarnya bingung mau menghabiskan uangnya untuk apa. Tanpa adanya aku, kalian mungkin masih asyik download bokep, nonton bola, menyebar modus yang kerap gagal, dan nonton K-Pop yang tak kalian sadari serapan budayanya.

Itu yang kalian lupakan. Aku adalah orang yang paling banyak memberi kalian pelajaran tentang bagaimana menjadi kaum muda yang peduli atas masa depan negara-bangsanya. Pandangan kalian terlanjur tertutup kain hitam yang dipenuhi dengan coretan hujatan tentang aku sebagai sosok yang menakutkan. Kalian tak ubahnya seperti kaum oportunis dan hipokrit yg melingkariku dengan slogan dan propaganda parpolnya.

Banyak hal yang sebenarnya bisa kalian sadari atas apa yang kita lewatkan bersama namun dalam kutub yang berbeda. Kalian bisa menyadari, betapa banyak orang yang loyalitasnya hanya sebatas uang, hanya sebatas kekuasaan, dan hanya sebatas membayar utang dan ancaman. Kalian bisa lihat sendiri di kedua kutub. Betapa para oportunis-hipokrit seolah-olah berjuang bahkan dengan balutan terminologi agama. Masih banyak yang seharusnya bisa kalian pelajari, tentang hal-hal yang biasa tersembunyi di balik realitas yang tak tertutupi. Bahkan di antara kalian sendiri saja, akhirnya kalian menyadari bahwa beberapa relawan mulai lupa mengenakan topeng kerelawanannya. Kini mereka tampil tak ubahnya para pemaruk kuasa yang mereka hujat.

Begitulah, wahai anak muda penerus masa depan bangsa. Belajarlah atas apa yang sudah aku berikan kepada kalian. Jangan pernah berhenti melibatkan diri dalam pertentangan yang belum usai. Bangsa ini memang hanya bisa belajar dari bencana, hanya bisa belajar dari duka, tak pernah bisa diingatkan ketika sedang bahagia. Seperti itulah kalian, wahai anak muda. Oleh sebab itu, lakukan peranmu. Yang bertugas menggalang massa ke jalan, lakukan. Yang bertugas menjejalkan opini melalui media dan jejaring sosial, lakukan. Semua itu terjadi sebagai penyaring siapa yang tulus, siapa yang terbeli, dan siapa yang tetap tak tahu apa-apa atas apa yang mereka ikuti.

Begitulah, selamat bekerja!

 

  • 13/10/2014