Berisik

Tetangga sebelah rumah seringkali mengganggu istirahatku. Jam 11 malam masih suka ketak-ketuk seperti memahat, memaku tembok, menggeser meja, dan kebisingan lainnya. Pernah, sudah lewat jam 12 malam masih juga berisik.

Kesal punya tetangga begitu. Kalau dikasih tahu soal keberisikan yang mengganggu, ia malah lebih galak dan marahnya sampai tetangga lain memerhatikan. Jadi, akhirnya kami biasakan diri saja dengan kebisingan yang ia buat. Aku sendiri mencoba menyelaraskan kebisingannya menjadi bagian dari harmoni malam.

Begitulah hidup bertetangga. Kadang akur kadang kesal. Kadang ada yang nyetel musik seleranya sendiri dengan volume terdengar tetangga. Ada juga yang hajatannya baru akan mulai besok, malamnya sudah nyetel dangdutan sambil memasang tenda. Ya, nikmati saja. Lambat laun aku jadi berpandangan bahwa, bukan keributan mereka melainkan rasa kesal yang bikin perasaan tersiksa.

Pernah temanku merasa terganggu karena mendengar suara nyanyian dari rumah tetangga yang sedang ibadah bersama. Kubilang padanya, “biarlah itu kan tak setiap hari. Kenapa mesti dipersoalkan. Lha, kadang kita juga suka nyanyi-nyanyi gegitaran di pos ronda. Boleh jadi ada yang merasa terganggu tapi mereka tak melarang kita, kan?”

Temanku pun mengerti. Ia juga menambahkan kalau kadang ikut pengajian akbar yang bukan hanya memasang pelantang suara dan memasang big banner di perempatan tapi juga menutup jalan umum. “Iya, ya. Kadang-kadang gue juga suka begitu, hehehe…” akunya.

Begitulah teman. Jika kita merasakan kebisingan karena pelantang suara suatu kegiatan, apa lagi jika itu kegiatan keagamaan maupun kegiatan budaya, enjoy sajalah. Gak usah kesal dan menyulut pertengkaran. Boleh jadi di kotamu kamu tak suka mendengar kebisingan, nah di tempat lain kadang ada saja yang merasa tersiksa dengan kesunyian.

Persoalannya kita kembalikan saja ke diri sendiri. Bersikap biasa saja dengan kejadian yang tak nyaman itu. Namanya juga hidup bertetangga, bermasyarakat yang amat beragam. Masing-masing punya kegiatan yang kadang ramai. Nikmati saja. Selaraskan saja dengan suasana hatimu. Tak perlu dilawan apalagi sampai menghina mereka.

Kita tidak hidup sendiri. Kita tidak hidup dalam budaya dan kebiasaan yang sama. Tak perlu marah-marah kalau suara pengajian di masjid terdengar kencang. Tak perlu ngedumel kalau acara kesenian dan agama yang lain pun terdengar juga di telingamu. Apa lagi kalau kamu masih demen masang petasan saat malam takbiran atau malam tahun baru. Kadang suara motor dan mobilmu juga mengganggu saat tengah malam kamu memasuki kampungmu.

busway-ku baru sampai halte Cempaka

Author: MT

Menurutmu?