6 Kesalahan Upline

Sebenarnya tulisan ini sudah pernah kupublikasikan di blog yang sudah kuhapus, tetapi karena belum lama ini ada kejadian yang memicuku, akhirnya kupublikasikan kembali di #BlogMT. Tulisan ini sekadar catatan kritis, bukan kenyinyiran untuk teman-teman yang giat dalam MLM.

Biasanya materi motivasi di kalangan bisnis Multi Level Marketing (MLM) selalu menjadikan downline sebagai obyek pembahasan. Downline harus begini, harus begitu. Meskipun saat memberikan motivasi, kata “downline” diganti dengan kata “Anda”. Kapan perbincangan tentang upline digelar? Jarang sekali, kecuali di obrolan sambil ngopi para pegiat MLM yang kesal dengan para pemimpinnya.

Tulisan ini akan menyoroti sikap upline yang dapat memengaruhi perkembangan jaringan. Upliners harus merenungkan agar bisa merawat jaringan yang sudah lama dibangun.

  1. Upline otoriter dan merasa lebih pintar
    Dalam berinteraksi dengan downline, upline selalu ingin pernyataannya didengarkan. Tak memberikan kesempatan downline untuk  menyampaikan pemikirannya. “Kalau mau sukses, patuhlah pada upline!” begitu biasanya upline bicara. Upline seperti ini merasa hanya dia yang bisa memberikan motivasi, sedangkan downline adalah kambing gembala yang harus mengikuti apa katanya. Upline seperti ini sepantasnya mau belajar menghargai orang-orang yang ada di bawahnya. Belajar dari betapa stressnya orang-orang kaya yang ditinggalkan pembantunya saat mudik.
  2. Upline tidak mau berinvestasi
    Konsep keberhasilan sebuah jaringan adalah investasi pada jaringan itu sendiri. Upline harus berani menginvestasikan uangnya, membantu jaringan yang memang perlu dikembangkan untuk peningkatan kariernya sendiri. Jangan hanya mengumbar kata-kata bersemangat, seperti luar biasa, dahsyat, dan sejenisnya. Fakta membuktikan, upline yang berani meminjamkan uang pada jaringannya sebagai modal perputaran produk, justru akan mengalami keuntungan karier dan finansial. Upline seperti ini harus belajar dari model investasi konvensional.
  3. Upline meminta downline fokus nekad
    Upline meminta downline mem-PHK-kan diri dari pekerjaannya (misalnya dari pegawai/buruh/karyawan), agar bisa fokus pada MLM, tetapi tanpa jaminan. Ketika downline menuruti permintaan upline, tak ada tanggung jawab dan jaminan yang diberikan oleh upline terhadap downline yang patuh itu. Keputusan yang diambil downline amat berani. Mestinya keberanian tersebut tak hanya dihibur dengan sebatas kata-kata motivasi, tetapi dengan dukungan nyata dari sang upline, misalnya dukungan modal dan tenaga untuk mengembangkan jaringannya. Ini terkait dengan poin sebelumnya tentang investasi. Upline yang seperti ini sama saja mengajak downline memilih jalan nekad, bahkan akan menjerumuskan downlinenya dalam kesengsaraan. Upline yang seperti ini akan dibenci oleh downline, ketika pada akhirnya downline tak juga meraih perubahan atas keputusan nekad berdasarkan “racun” sang upline.
  4. Upline hanya pandai berkata-kata tanpa komitmen
    Upline sering mengucapkan kata-kata yang ia sendiri tak pernah melakukannya. Misalnya, “Jika anda mau sukses, lakukan presentasi sehari 50x!” Padahal ia sendiri kerjanya hanya bercuap-cuap di depan downlinenya, tanpa melakukan presentasi di luar. Upline seperti ini hanya akan menunggu waktu beberapa hari untuk menikmati kehancuran jaringan yang telah susah payah dibangunnya. Upline seperti ini sebisa mungkin belajar dari kisah-kisah orang munafik.
  5. Upline lebay
    Upline bersikap berlebihan terhadap downline yang berlainan jenis. Sikap tentunya akan menciptakan ketidaknyamanan dalam interaksi jaringan. Downline yang memiliki integritas pribadi, tak akan memberikan toleransi terhadap upline yang selalu berusaha memikatnya untuk kepentingan asmara, apalagi berselingkuh. Upline yang gemar tepe-tepe (Tebar Pesona) seperti ini mesti belajar dari ABG yang frustasi karena sadar ketulusannya telah dinodai sang pacar.
  6. Upline kekeringan spiritualitas
    Dalam satu kasus, seorang downline memberikan sedekah kepada pengemis. Tetapi upline malah menyalahkan sikap tersebut dengan alasan, apa yang dilakukan downline akan membuat pengemis itu semakin malas. Tentang hal ini secara detail pernah saya tulis dalam catatan berjudul Kekayaan Membius. Keringnya spiritualitas upline akan mengeringkan hubungan emosional dengan downline. Jangan salahkan downline jika suatu ketika ia meninggalkan upline karena merasa spiritualitasnya diintervensi, bahkan parahnya jika downline merasa spiritualitasnya diracuni dengan hedonisme kapitalistik.

 

Salam Sepur! 😛

  • 20/01/2014